"Assalamualaikum brother moslem. Welcome to Berlin," sapa hangat pria tinggi besar di belakang kemudi mercedes benz itu saat saya masuk ke dalam taxi miliknya. "Wa'alaikumsalam brother," jawab saya sembari menahan dingin malam. Ternyata pria itu berasal dari Turki dan selalu menyapa sesama muslim. Singkat cerita, rekan-rekan mahasiswa Indonesia yang selama ini menjadi kontak saya dan menjemput saya di Berlin meminta tolong agar kami diantar ke hotel yang berada di bekas wilayah Berlin Timur. Mereka bicara dalam bahasa Jerman yang sama sekali saya tidak mengerti. Kalau sudah begini, saya menyesal kenapa dulu waktu pelajaran bahasa Jerman di SMA saya justru memilih memanjat pagar tembok sekolah.
Malam pertama di Berlin meninggalkan kenangan yang tidak terlupakan. Di tengah dinginnya malam itu, saya tidak memiliki baju hangat. Pakaian dan jaket windbreaker yang melekat di badan inilah harta saya yang paling berharga, karena koper yang berisi semua pakaian hangat dan seragam Pakaian Sipil Lengkap saya entah kemana. Sepertinya tertinggal di antara penerbangan London-Amsterdam-Berlin. Petugas bandara menjanjikannya dalam waktu 24 jam koper itu akan sampai di tangan saya. "Semoga," ujar saya dalam hati. Malam itu saya lalui dengan cepat di hotel tempat saya menginap.
Berlin di pagi hari tidak terlalu ramai. Ada sedikit antrian kendaraan di sana-sini, tapi tidak terlalu berarti. Untuk transportasi umum ada fasilitas kereta cepat di bawah tanah atau subway, taksi, dan bis. Untuk traveller yang kurang memahami situasi bisa mendapatkan peta di lobby hotel secara cuma-cuma. Tapi untuk menjelajah, jalan kaki adalah pilihan yang terbaik.
Friederichstrase: Konfrontasi Panser
Sinar matahari pagi itu cukup membantu menghangatkan badan melawan dinginnya angin yang masih mencoba mengatakan selamat datang kepada tulang belulang di dalam badanku. Sinar matahari yang sama menyelip diantara tingginya gedung-gedung di belahan timur Berlin dan menerangi papan nama jalan yang bertuliskan Friederichstrase. Berjalan kaki menyusuri jalan Friederichstrase maka kita dapat menemukan beberapa gift shop yang menjual cinderamata khas Berlin.
Masih di jalan yang sama, tampak beberapa orang serius memperhatikan poster di sisi jalan. Rasa ingin tahu membawa saya mendekat, ternyata mereka sedang membaca poster yang memampangkan sejarah Berlin. Sebuah poster bercerita bahwa jalan yang baru saja saya susuri ini menjadi lokasi konfrontasi panser antara Amerika dan Uni Soviet pada 22 Agustus 1961. Pertikaian yang dipicu oleh aksi pemeriksaan yang dilakukan oleh tentara penjaga perbatasan Jerman Timur terhadap anggota tentara sekutu yang akan memasuki Jerman Timur melalui Friederichstrase. Pihak Barat menganggap pemeriksaan itu adalah merusak hak negara sekutu di Berlin. Insiden ini membuat Jenderal Lucius D Clay berang dan mengerahkan panser-panser sekutu AS dengan moncong meriam menghadap ke Jerman Timur, yang dibalas dengan barisan 10 panser Jerman Timur menghadap ke Barat. Ketegangan yang berlangsung selama 16 jam itu tidak meletus menjadi kontak senjata, sampai akhirnya kedua pihak memutuskan untuk menarik barisan pansernya. Mungkin orang-orang tua ini saksi mata pertikaian dua ideologi adidaya pada masanya.
Check Point Charlie
Bergeser sedikit, di persimpangan jalan Friederichstrase dan Zimmerstrase, ada pemandangan yang unik. Sebuah pos ukuran sekitar 2x2 meter dijaga oleh dua orang serdadu memegang bendera Amerika. Pos itu berada di tengah jalan, dikelilingi oleh tumpukan karung berisi pasir, layaknya sebuah tempat berlindung dalam zona pertempuran. “Check Point Charlie” adalah nama dari pos bersejarah dalam masa perang dingin antara dua blok adikuasa. Di atasnya, ada foto serdadu AS menghadap ke sisi Timur dan foto serdadu Soviet menghadap ke Barat. Di depan pos tersebut, berdiri dua orang serdadu yang ternyata adalah petugas foto. Untuk berpose bersama mereka kita cukup membayar 2 euro per orang.
Topographie Des Terrors
Perjalanan dilanjutkan dengan menyusuri Zimmerstrase. Saat melihat kebawah, ada garis lurus yang terbuat dari batu membelahlurus sepanjang Zimmerstrase bertuliskan Berliner Mauer 1961-1989. Ternyata itu adalah tanda dimana tembok yang dibangun pada 13 Agustus 1961 dan dibuka pada 9 November 1989 itu dahulu berdiri.
Tibalah kami di ujung jalan dan menemukan sebuah papan bertuliskan “Topographie Des Terrors”. Ternyata ini adalah sebuah museum luar ruang yang bercerita tentang propaganda dan terror yang terjadi selama periode pertikaian dua adidaya tersebut dalam periode 1933-1945.
Museum ini di tata rapi menyajikan gambar dan tulisan yang ditata dengan manis dan berlatar belakang sisa tembok berlin yang masih berdiri. Beberapa ilustrasi bercerita tentang agen-agen rahasia yang bertugas menangkap kaum Yahudi dan kisah pembantaian dan kekejaman tentara SS.
Gerbang Brandernburg
Selepas dari museum luar ruang, saya mencoba mengikuti jalan yang menurut peta akan membawa saya ke sebuah bangunan bersejarah. Sebuah gerbang besar dan megah pun saya temui setelah 15 menit berjalan kaki. Gerbang Brandenburg atau dalam bahasa Jerman disebut Brandenburger Tor. Bangunan ini merupakan bekas gerbang kota dan salah satu simbol utama Berlin, Jerman. Gerbang ini terletak di antara Pariser Platz dan Platz des 18. März dan merupakan satu-satunya gerbang yang tersisa. Gerbang ini dibangun oleh Carl Gotthard Langhans sejak 1788 hingga 1791 dan diusulkan oleh Friedrich Wilhelm II sebagai simbol perdamaian.
Gerbang ini sempat ditutup semasa pertikaian dua adikuasa. Ketika revolusi 1989 terjadi dan Tembok Berlin runtuh, Gerbang ini menggambarkan kebebasan dan keinginan menyatukan Kota Berlin. Tanggal 22 Desember 1989, Gerbang Brandenburg dibuka kembali dengan Helmut Kohl, Kanselir Jerman Barat, berjalan melaluinya dan disambut oleh Hans Modrow, Perdana Menteri Jerman Timur.
Tidak jauh dari gerbang itu, terbentang jalan Unter den Linden yang arti dalam bahasa Inggrisnya Under The Linden Trees. Jalan ini terkenal dengan pohon Linden yang tumbuh di sepanjang jalan. Di sisi kiri dan kanan jalan ini banyak terdapat pertokoan dan pusat cinderamata. Jalan ini termasuk salah satu pusat keramaian yang menjadi rute para wisatawan.
Ini hanya sebagian kecil dari cerita menjelajahi Berlin dengan berjalan kaki. Ada yang unik dari kota ini yaitu bagaimana mereka sangat menghargai sejarah dan mengemas suatu kenangan teror yang mengerikan menjadi sebuah peluang wisata yang luar biasa. Apapun yang terjadi di masa lalu tidak mereka bumi hanguskan. Mereka memandangnya tidak dengan cara pandang negatif dan amarah, melainkan dengan sudut pandang positif menghargai sejarah.
Arya
===
Tips Perjalanan Lintas Negara
Koper hilang dalam perjalanan bukan cerita baru. Dari pengalaman penerbangan London – Amsterdam – Berlin yang lalu, koper tersebut sebenarnya tidak hilang. Koper hanya tertahan dalam penerbangan sambungan Amsterdam ke Berlin. Hal ini bisa terjadi karena ada keterlambatan penerbangan dari London ke Amsterdam yang berdampak pada keterlambatan proses transfer bagasi.
Menghadapi situasi seperti ini, ada beberapa tips yang bisa dilakukan:
- Setibanya di airport dan menyadari bahwa koper tidak muncul di conveyor belt di bandara, segera hubungi bagian lost and found maskapai penerbangan yang kita gunakan
- Petugas maskapai akan membantu mencari koper yang hilang berdasarkan kode bagasi yang diberikan kepada kita saat check in di bandara asal.
- Petugas maskapai biasanya akan memproses pencarian dan mengirimkan ke alamat tempat kita menginap di kota tujuan. Untuk itu, penting untuk membawa alamat lengkap tujuan bersama kita. Biasanya proses ini memakan waktu 24 jam.
- Petugas maskapai akan memberikan satu paket toiletries dan pakaian dalam untuk ganti sementara.
- Tas yang dibawa ke dalam kabin sebaiknya berisi barang-barang berharga, dokumen penting, dan beberapa potong pakaian ganti sebagai antisipasi jika persoalan ini terjadi.