Suara pintu
diketuk dari luar memecah keheningan malam. Jam menunjukkan pukul 4 pagi dan di
luar pintu terlihat bayangan orang yang sedang berusaha untuk bersembunyi
dibalik jaketnya menghidari terpaan angin dingin yang katanya di bawah 10
derajat celcius itu. Tak lama terdengar suara orang membuka pintu dan
berbincang dengan orang yang berada di luar. Perbincangan sepi itu menyiratkan
keduanya sudah saling mengenal.
"Tok..tok..,"
kini suara ketukan itu di pintu kamar kami. "Mas, pemandunya sudah
siap," ujar bapak berpeci putih sambil tersenyum. Dia pemilik penginapan
ini. Pandangan matanya seperti mengatakan "Tunggu apa lagi? Cepat
berangkat, jangan sampai terlambat". Dan kami pun melaju meninggalkan
penginapan. Butiran embun yang mengkristal di atas lembaran daun bergeming
seakan enggan meleleh karena dinginnya malam. Tidak seperti kami yang tergesa-gesa
penasaran dengan cerita kentang di atas awan.
Sekitar 7 km
jarak dari penginapan ke desa Sembungan, sebuah desa tertinggi di tengah pulau
Jawa. Kami membayar Rp. 4000 per orang untuk memasuki desa itu karena desa ini adalah
gerbang memasuki kawasan pendakian. Kami parkir di lapangan bola yang
dikelilingi oleh warung-warung makanan kecil dan telaga Kecebong.
"Kita
akan jalan mendaki sekitar 800 meter. Jalan santai saja, karena oksigen
tipis," ujar si pemandu membuka perjalanan memasuki kawasan pendakian bukit
Sikunir. Bukit ini sudah tidak asing bagi para pendaki, terutama yang ingin
melihat prosesi matahari terbit. Sebagian dari mereka ada yang memilih menginap
di atas, dan sebagian lainnya memilih mendaki di pagi buta.
![]() |
Our Ride |
Pendakian ini
adalah yang kedua setelah sehari sebelumnya kami mencoba pos pemberhentian
pertama ada ketinggian sekitar 2.600 meter di atas permukaan laut (mdpl). Tapi
karena terlalu ramai, maka di hari kedua kami memutuskan untuk naik ke pos
kedua yang merupakan puncak bukit dengan ketinggian sekitar 2.800 mdpl.
![]() |
Prosesi Matahari Terbit |
Langit biru
memerah mengawali prosesi matahari terbit. Semua kamera sibuk mengabadikan
peristiwa ini. Dari posisi kami berdiri, semburat cahaya itu muncul di atas
Ungaran. Cahaya itu pun menyinari jajaran gunung Merapi dan Merbabu
di kejauhan. Sinaran matahari itu juga menerangi gunung
Sindoro dan
pegunungan di sekitar bukit kami berpijak termasuk
jajaran kebun kentang di atas awan, di dataran tinggi Dieng, Jawa Tengah.
![]() |
Bukit Sikunir dikepung asap |
Dieng adalah
kawasan dadataran tinggi di Jawa Tengah,
yang masuk wilayah Kabupaten Banjarnegara dan Kabupaten Wonosobo. Letaknya berada di sebelah
barat kompleks Gunung Sindoro dan Gunung
Sumbing.
Dieng adalah
kawasan vulkanik
aktif dan dapat dikatakan merupakan gunung api
raksasa dengan beberapa kepundan kawah. Ketinggian rata-rata adalah sekitar
2.000 mdpl. Suhu berkisar 15—20 °C di siang hari dan 10 °C di malam
hari. Pada musim kemarau (Juli dan Agustus), suhu udara
dapat mencapai 0 °C di pagi hari dan memunculkan embun beku yang oleh
penduduk setempat disebut bun upas ("embun racun") karena menyebabkan
kerusakan pada tanaman pertanian.
![]() |
Kebun Kentang Di Atas Awan |
Secara
administrasi, Dieng merupakan wilayah Desa Dieng Kulon, Kecamatan Batur, Kabupaten
Banjarnegara
dan Dieng ("Dieng Wetan"), Kecamatan
Kejajar, Kabupaten Wonosobo. Wilayah ini merupakan salah
satu wilayah paling terpencil di Jawa Tengah.
Dataran
Tinggi Dieng adalah penghasil kentang terbesar di Indonesia. Kentang menjadi
sumber kehidupan untuk masyarakat Dieng. Soal kualitas kentang Dieng menjadi
unggulan dan mampu bersaing dengan kentang luar negeri.
![]() |
Nenek Penjual Kentang |
![]() |
Kentang Dieng |
Namun
demikian, kentang sempat menjadi polemik karena kebijakan impor kentang yang
berdampak negatif terhadap para petani kentang. Produktivitas petani kentang 15-20
ton per hektar dengan biaya produksi sekitar Rp 50 sampai 60 juta per hektar
atau sekitar Rp. 4.200 per kilogram. Sedangkan kentang impor dijual dengan
harga Rp.2.300 per kilogram.
Selain
Kentang, Dieng menjadi penghasil Purwaceng
--sejenis minuman kesehatan yang dicampur dengan kopi atau susu--, Carica --buah menyerupai pepaya dalam ukuran
kecil dan diolah menjadi manisan--, dan
jenis sayur mayur lainya.
![]() | |||
Pohon Carica |
![]() |
Cabe Raksasa |
Dieng juga
dikenal sebagai lokasi wisata unggulan di Jawa Tengah. Candi Dieng, Warisan Maha
Karya Abad ke 7 Dari Dinasti Sanjaya ini masih bisa dinikmati kemegahannya di Dataran
Tinggi Dieng.
![]() |
Komplek Candi Arjuna |
Dulu, hampir
sebanyak 400 candi pernah berdiri di tempat yang dijuluki negeri para Dewa ini
sehingga Dieng kumpulan Candi Di Dieng di sebut juga sebagai Kompleks Candi
Hindu Jawa.
Berdasarkan
Prasasti yang ditemukan di situs Dieng, Candi-candi tersebut diperkirakan
didirikan pada abad ke VIII- abad ke XIII masehi, sebagai wujud kebaktian kepada
Dewa Syiwa dan Sakti Syiwa(istri Syiwa).
Dilihat dari
21 Bangunan, Candi Dieng terbagi menjadi 5 Kelompok. 4 Kelompok bangunan
ceremonial site( tempat pemujaan) yaitu Kelompok Candi Arjuna (pendawa 5), Kelompok
Candi Gatut Kaca, Kelompok Candi Bhima, Kelompok Candi Dwarawati/Parikesit, dan
Kelompok Candi Magersari. Dan Kelompok Kelima adalah bangunan tempat tinggal
(setlement site) yang sisa-sisa puingnya masih bisa anda lihat disekitaran
komplek candi Arjuna. Baru-baru ini, Komplek candi yang lain juga ditemukan,
yaitu Candi Setyaki.
![]() |
Telaga Warna dan Telaga Pengilon |
Dieng juga
memiliki Telaga Warna sebagai salah satu obyek wisata unggulan. Lokasinya bersebelahan dengan Telaga Pengilon serta
dikelilingi Oleh Obyek Wisata lain seperti Goa Sumur, Goa Semar, Goa
Jaran dan Kawah Sikendang ini. Pada umumnya, pengunjung memasuki telaga dari
pintu gerbang utama, namun kami mencoba melihatnya dari sebuah bukit batu di
atas Dieng Plateau Theater.
Indahnya
Indonesia.