Sabtu, 15 September 2012

ADA KENTANG DI ATAS AWAN


Suara pintu diketuk dari luar memecah keheningan malam. Jam menunjukkan pukul 4 pagi dan di luar pintu terlihat bayangan orang yang sedang berusaha untuk bersembunyi dibalik jaketnya menghidari terpaan angin dingin yang katanya di bawah 10 derajat celcius itu. Tak lama terdengar suara orang membuka pintu dan berbincang dengan orang yang berada di luar. Perbincangan sepi itu menyiratkan keduanya sudah saling mengenal.

"Tok..tok..," kini suara ketukan itu di pintu kamar kami. "Mas, pemandunya sudah siap," ujar bapak berpeci putih sambil tersenyum. Dia pemilik penginapan ini. Pandangan matanya seperti mengatakan "Tunggu apa lagi? Cepat berangkat, jangan sampai terlambat". Dan kami pun melaju meninggalkan penginapan. Butiran embun yang mengkristal di atas lembaran daun bergeming seakan enggan meleleh karena dinginnya malam. Tidak seperti kami yang tergesa-gesa penasaran dengan cerita kentang di atas awan.

Sekitar 7 km jarak dari penginapan ke desa Sembungan, sebuah desa tertinggi di tengah pulau Jawa. Kami membayar Rp. 4000 per orang untuk memasuki desa itu karena desa ini adalah gerbang memasuki kawasan pendakian. Kami parkir di lapangan bola yang dikelilingi oleh warung-warung makanan kecil dan telaga Kecebong.

"Kita akan jalan mendaki sekitar 800 meter. Jalan santai saja, karena oksigen tipis," ujar si pemandu membuka perjalanan memasuki kawasan pendakian bukit Sikunir. Bukit ini sudah tidak asing bagi para pendaki, terutama yang ingin melihat prosesi matahari terbit. Sebagian dari mereka ada yang memilih menginap di atas, dan sebagian lainnya memilih mendaki di pagi buta.

Our Ride
Pendakian ini adalah yang kedua setelah sehari sebelumnya kami mencoba pos pemberhentian pertama ada ketinggian sekitar 2.600 meter di atas permukaan laut (mdpl). Tapi karena terlalu ramai, maka di hari kedua kami memutuskan untuk naik ke pos kedua yang merupakan puncak bukit dengan ketinggian sekitar 2.800 mdpl.





 Prosesi Matahari Terbit
Langit biru memerah mengawali prosesi matahari terbit. Semua kamera sibuk mengabadikan peristiwa ini. Dari posisi kami berdiri, semburat cahaya itu muncul di atas Ungaran. Cahaya itu pun menyinari jajaran gunung Merapi dan Merbabu di kejauhan. Sinaran matahari itu juga menerangi gunung Sindoro dan pegunungan di sekitar bukit kami berpijak termasuk jajaran kebun kentang di atas awan, di dataran tinggi Dieng, Jawa Tengah.

 Bukit Sikunir dikepung asap
Dieng adalah kawasan dadataran tinggi di Jawa Tengah, yang masuk wilayah Kabupaten Banjarnegara dan Kabupaten Wonosobo. Letaknya berada di sebelah barat kompleks Gunung Sindoro dan Gunung Sumbing.

Dieng adalah kawasan vulkanik aktif dan dapat dikatakan merupakan gunung api raksasa dengan beberapa kepundan kawah. Ketinggian rata-rata adalah sekitar 2.000 mdpl. Suhu berkisar 15—20 °C di siang hari dan 10 °C di malam hari. Pada musim kemarau (Juli dan Agustus), suhu udara dapat mencapai 0 °C di pagi hari dan memunculkan embun beku yang oleh penduduk setempat disebut bun upas ("embun racun") karena menyebabkan kerusakan pada tanaman pertanian.

Kebun Kentang Di Atas Awan

Secara administrasi, Dieng merupakan wilayah Desa Dieng Kulon, Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara dan Dieng ("Dieng Wetan"), Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo. Wilayah ini merupakan salah satu wilayah paling terpencil di Jawa Tengah.

Dataran Tinggi Dieng adalah penghasil kentang terbesar di Indonesia. Kentang menjadi sumber kehidupan untuk masyarakat Dieng. Soal kualitas kentang Dieng menjadi unggulan dan mampu bersaing dengan kentang luar negeri. 

Nenek Penjual Kentang
  
Kentang Dieng
Namun demikian, kentang sempat menjadi polemik karena kebijakan impor kentang yang berdampak negatif terhadap para petani kentang. Produktivitas petani kentang 15-20 ton per hektar dengan biaya produksi sekitar Rp 50 sampai 60 juta per hektar atau sekitar Rp. 4.200 per kilogram. Sedangkan kentang impor dijual dengan harga Rp.2.300 per kilogram.

Selain Kentang, Dieng menjadi penghasil Purwaceng --sejenis minuman kesehatan yang dicampur dengan kopi atau susu--, Carica --buah menyerupai pepaya dalam ukuran kecil dan  diolah menjadi manisan--, dan jenis sayur mayur lainya.

Pohon Carica


Cabe Raksasa

Dieng juga dikenal sebagai lokasi wisata unggulan di Jawa Tengah. Candi Dieng, Warisan Maha Karya Abad ke 7 Dari Dinasti Sanjaya ini masih bisa dinikmati kemegahannya di Dataran Tinggi Dieng.

Komplek Candi Arjuna

Dulu, hampir sebanyak 400 candi pernah berdiri di tempat yang dijuluki negeri para Dewa ini sehingga Dieng kumpulan Candi Di Dieng di sebut juga sebagai Kompleks Candi Hindu Jawa.

Berdasarkan Prasasti yang ditemukan di situs Dieng, Candi-candi tersebut diperkirakan didirikan pada abad ke VIII- abad ke XIII masehi, sebagai wujud kebaktian kepada Dewa Syiwa dan Sakti Syiwa(istri Syiwa).

Dilihat dari 21 Bangunan, Candi Dieng terbagi menjadi 5 Kelompok. 4 Kelompok bangunan ceremonial site( tempat pemujaan) yaitu Kelompok Candi Arjuna (pendawa 5), Kelompok Candi Gatut Kaca, Kelompok Candi Bhima, Kelompok Candi Dwarawati/Parikesit, dan Kelompok Candi Magersari. Dan Kelompok Kelima adalah bangunan tempat tinggal (setlement site) yang sisa-sisa puingnya masih bisa anda lihat disekitaran komplek candi Arjuna. Baru-baru ini, Komplek candi yang lain juga ditemukan, yaitu Candi Setyaki.

Telaga Warna dan Telaga Pengilon

Dieng juga memiliki Telaga Warna sebagai salah satu obyek wisata unggulan. Lokasinya  bersebelahan dengan Telaga Pengilon serta dikelilingi Oleh Obyek Wisata  lain seperti Goa Sumur, Goa Semar, Goa Jaran dan Kawah Sikendang ini. Pada umumnya, pengunjung memasuki telaga dari pintu gerbang utama, namun kami mencoba melihatnya dari sebuah bukit batu di atas Dieng Plateau Theater.

Indahnya Indonesia.