Selasa, 22 Juli 2008

ENDURO 4T TOURING: TERUJI

Siapa yang tidak mengenal kondisi jalan di Subang menuju Tangkuban Perahu. Seorang teman mengatakan bahwa, “di situ tempatnya mobil ngeden alias enggak kuat menanjak. Apalagi motor. Hati-hati aja, bro.” Diakui, perjalanan itu menguras tenaga dan konsentrasi. Pasalnya, jalan yang menanjak itu sangat tinggi dan panjang. Apalagi peserta touring Enduro 4T Tangkuban Perahu Tour 2006 harus berjalan dalam formasi dan kecepatannya tidak lebih dari 60 km per jam. Ini memang rute yang cocok untuk menguji keandalan mesin. Dan di sini Enduro 4T diuji oleh seluruh anggota PMC. Dalam kondisi jalan seperti itu, mesin sepeda motor tetap stabil. Dan yang paling utama, kami semua terbebas dari slip kopling. Padahal untuk beberapa jenis sepeda motor, kondisi jalan seperti ini rawan terjadi slip kopling.

Rombongan pun tiba di depan gerbang Tangkuban Perahu. Sejenak teringat ucapan seorang kawan, “waktu saya bawa motor ke atas, jalannya menanjak, tinggi, dan panjang. Motor rasanya seperti ditarik dari belakang alias susah naik.” Sempat merinding juga sambil bertanya di dalam hati, “bisa naik gak ya?”

Jalan yang kami pilih untuk menuju kawah Tangkuban Perahu ternyata kondisinya kurang bersahabat. Jalan menanjak dan berlubang. Wah kalau begini ceritanya, motor bisa mati di tengah jalan, pikir kami. Tapi mendadak pikiran itu hilang saat kami mencoba memacu gas mendaki jalan terjal itu. Jalan mendaki, rusak, dan berliku pun dilewati dengan sukses oleh rombongan Pertamina Motor Club. Sekali lagi, Enduro 4T terbukti ketangguhannya.

Tips seputar touring:

  • Persiapkan kendaraan dan alat keselamatan anda dan pastikan semuanya dalam kondisi prima.
  • Perhatikan surat-surat kendaraan dan izin jalan dari kepolisian. Dan patuhi peraturan lalu lintas yang berlaku.
  • Untuk kondisi di Indonesia, bikers tentunya membutuhkan pelumas yang telah teruji dan sesuai dengan karakteristik alam Indonesia. Makanya disarankan untuk mencari pelumas yang memiliki kekentalan yang sangat stabil pada temperatur rendah dan tinggi.
    Selain itu, oli juga berpengaruh terhadap kinerja kopling. Jangan sampai lagi enak mengendarai sepeda motor kesayangan waktu touring tiba-tiba koplingnya slip. Ini yang paling nyebelin. Makanya, oli yang diperlukan bikers harus menjamin anti slip kopling. Enduro 4T teruji.
  • Hal lain yang perlu diperhatikan adalah bikers butuh pelumas yang tidak mudah teroksidasi dan terdegradasi oleh radiasi panas mesin.
  • Lebih jauh lagi, bro semua perlu pelumas yangf mampu menjaga kebersihan mesin dari korosi dan keausan dan mampu meningkatkan akselerasi prima. Jadi besutan bro semua bisa meluncur halus dan semua komponen motor utamanya kopling dan rangkaian gear transmisi jauh lebih awet dan tahan lama. Selamat mencoba.

Freedom: Destination is Nothing, Journey is Everything

"Ya Allah janganlah Kau turunkan hujan dan selamatkan kami dari semua mara bahaya", doaku sesaat sebelum menyalakan sepeda motor dan berangkat menembus udara malam menuju Anyer.

Touring ke luar kota menggunakan sepeda motor bukanlah hal yang baru bagi para bikers terutama di saat liburan atau akhir pekan. Sayup terdengar Redemption Song Bob Marley dari salah satu scooter peserta mempertegas nuansa kebebasan di kalangan bikers.
Kalender akhir pekan pertama April 2007 menarik perhatian para bikers untuk melakukan touring tentu karena ada tanggal merah di situ. Kali ini PMC didukung oleh Pelumas Pertamina menggelar touring Enduro 4T Racing Anyer Tour 2007. Pesertanya tidak tanggung-tanggung, mencapai lebih dari 100 motor. Touring dilepas oleh Manajer Retail Marketing Pelumas Hasto Wibowo dari kantor pelumas di Simpruk, Jakarta.

Jalan malam bagi kelompok bikers dengan jumlah sedikit memang mengasyikan karena cuaca tidak panas dan relatif lancar. Situasi menjadi menegangkan bila jumlah motor lebih dari 30 buah apalagi mencapai lebih dari 100 sepeda motor. Tingkat risiko sangat tinggi. Aba-aba road captain tidak terlihat, banyaknya lobang di jalan dan yang paling penting kita harus pandai menjaga jarak dengan motor didepannya. Kondisi ini bertambah kesulitannya bila rasa kantuk menyerang. Sering terjadi jarak antar motor terlalu dekat sehingga berisiko terjadi tabrakan beruntun dan motor dapat saling berjatuhan. Untuk menyikapi hal ini, keandalan pengendara dan ketangguhan sepeda motor menjadi faktor utama yang harus diperhatikan.

Untuk sepeda motor, terutama mesinnya, para bikers peserta touring menggunakan pelumas Enduro 4T Racing. Otomatis keandalannya sudah tidak perlu diragukan lagi. Anto, salah satu peserta, mengatakan bahwa dalam turing ini Enduro 4T Racing bagus. ”Tidak slip kopling, respon enak dan cepat, bahan bakar irit, tidak ada kendala di mesin, dan untuk mesing suaranya halus,” ujarnya. Ia mengakui bahwa dirinya memang mengharapkan Pertamina memproduksi oli dengan SAE 10W 40 karena ia biasanya pakai Prima XP atau Fastron. ”Kalau sekarang ada Enduro 4T 10W 40 saya akan pakai,” tegasnya mantap.

Dari beberapa kelompok motorist yang bergabung dengan rombongan PMC (Pertamina Motor Club) tampak sebuah 'gang' yang menamakan SOC (scooter owner club) atau lebih dikenal dengan sebutan Vespa Balaraja.

Kelompok ini mendesain Vespanya dengan beraneka bentuk ada yang memiliki side car berwarna loreng, Vespa dengan panjang mencapai lebih dari 2 meter, tidak dicat sehingga tampak sangat 'ugly'. Tidak pernah terbayang bahwa ada festival motor terjelek tiap tahunnya. Unik, sebuah motor yg dilengkapi dengan tape bak motor Harley tipe Road King. sesuai dengan bentuk motornya lagu2 "Song of Freedom" dari Bob Marley terdengar nyaring dari Vespa butut.

"Mas mohon maaf saya terpaksa mohon pamit karena akan menuju Palembang siang ini", demikian pamit pak Unang kepada kami. "Palembang ???? naik motor ini???", decak kagum penulis. Bagi kelompok ini memang penganut "destination is nothing, journey is everything".
Kota Lama Terlupakan

Perjalanan pulang tidak kalah serunya dibandingkan dengan perjalanan waktu berangkat menuju Anyer. Perjalanan kali ini meninggalkan banyak kesan bagi kami. Sejak dimulainya penggunaan jalan tol Jakarta Merak maka banyak kota yang tidak pernah kita singgahi bila kita akan bersantai di pantai Carita. Kota-kota tersebut pada jaman dulu terkenal karena macetnya. Simpul kemacetan terbentuk karena jalan ramai melewati pasar tumpah, terminal angkutan umum dan kadang juga stasiun kereta api. Kondisi jalan diperparah dengan lalu lalangnya truk besar dan container pengangkut barang.

Tigaraksa, Cikupa, dan Balaraja adalah kota-kota setelah kota Tangerang yang sarat dengan kemacetan. Aroma busuk dari pasar tradisional, debu beterbangan dan kemacetan mewarnai perjalanan di siang hari. Pada malam hari, suasana tidak begitu terasa hanya 'wangian' pasar tradisional masih tercium.

Kota- kota ini seakan manjadi kota tua yang terlupakan karena kita hanya kita baca pada papan petunjuk jalan berlatar belakang hijau di jalan tol. Namun bila kita mengendarai motor maka kita seakan kembali 'menemukan' kota terlupakan tersebut.

Anyer - Labuan
Warna biru laut, ombak putih, nyiur melambai yang memecah dipantai membuat perjalanan semakin indah menyenangkan. terlebih bila kita riding di pagi atau sore hari. Cahaya lembayung sore hari, udara pantai yang bersih yang melenakan. Pemandangan pantai memang tidak pernah membosankan.

Berbagai bentuk hotel dan villa mulai dari nuansa Bali, mediteranian, hingga bertemakan tradisional menghiasi kiri kanan jalan menuju Carita. Jalan sepi, mulus dan cukup lebar menambah kenyamanan bermotor ria sepanjang jalur ini.

Trayek Anyer Labuan memang merupakan rute yang paling favorit bagi para bikers. Alam ciptaan Illahi ini nampak tenang dan damai. Aroma laut yang kaya akan garam seakan membelai pori-pori tubuh. Biarkan helm kita terbuka agar wajah kita juga dibelai udara laut. Udara jernih lebih terasa melonggarkan pernafasan bila kita nikmati diatas sadel motor. Memang tidak salah ungkapan para bikers: "Suasana tampak indah dan berbeda bila dinikmati di atas sadel motor".

Labuan - Rangkas
Pemandangan pantai yang indah berubah menjadi alam dataran rendah perbukitan yang didominasi oleh kehadiran sawah menguning setelah melewati kota Labuan menuju Rangkasbitung. Trayek ini cukup bagus untuk dilewati karena jalan cukup lebar, berbukit, berkelok dan tidak terlalu ramai. sangat berbeda situasinya dibandingkan trayek Tangerang - Serang yang berdebu.

Walaupun jalur ini boleh dibilang mulus namun lagi-lagi harus waspada karena lobang jalanan kadang menjebak bagi para motorist. Labuan Rangkasbitung berjarak kurang lebih 58 Km. Bagi rombongan besar maka kecepatan disarankan tidak lebih dari 60 km/jam.

Rangkasbitung - Bogor
Perjalanan dari Anyer kembali ke Jakarta dimulai pukul 13.30 dengan memilih jalur tengah yaitu Carita, Labuan, Rangkasbitung, Bogor dan kembali ke Jakarta via Parung. Lepas kota Rangkasbitung sekitar pukul 5.00 sore hari. Mendung menggantung tetap membayangi perjalanan kali ini.

Jalanan tampak sepi dan mulai memasuki perkebunan kelapa sawit. Hanya rombongan PMC saja yang melewati wilayah pegunungan ini. Hujan gerimis masih turun sehingga membatasi jarak pandang. Jalan yang tampak mulus namun selalu menyediakan lobang dalam bagi yang tdk waspada.

Langit berwarna lembayung mulai menjadi lebih gelap dan gelap. Tampak bayangan pegunungan sekilas tersinari sisa cahaya mentari. Suasana tampak hening dan sedikit mencekam.

"Jalanan baru saja selesai diaspal, warnanya merah", demikian komentar Boim menceritakan pengalamannya. ini hanyalah sebuah joke karena sisa tanah merah melapisi aspal. Tanah merah ditambah hujan membuat perjalanan sangat berbahaya. "Ya Allah janganlah Kau turunkan hujan dan selamatkan kami dari semua mara bahaya", doaku. Bagi penulis kondisi ini bak jalan di lantai licin yang bersabun, sangat berbahaya. Motor sportster yang mempunyai berat hampir 200 kg terasa tidak stabil dan beberapa kali bergeser ketika melintasi tanah becek. kondisi ini diperparah kondisi rem belakang yang tidak berfungsi sejak lepas kota Labuan. bahkan sempat terseret ketika rem disc bagian belakang terlepas dari posisinya dan terseret di jalanan.
Sekilas masih terbaca jarak tempuh melalui patok di pinggir jalan 98 km lagi menuju Bogor. Patok demi patok kadang terbaca 74, 71, 60 km dan akhirnya patok-patok tersebut tidak terbaca lagi karena gelap menyelimuti perjalanan.

Di tengah hutan tersebut terlihat cahaya lampu kuning yang bearti lampu sebuah kota. penulis berharap inilah kota Jasinga tempat rombongan akan beristirahat. Ternyata setelah dekat lampu kuning hanya beberapa buah dan perjalanan baru mencapai kota kecil Cipanas. Setelah itu kembali memasuki wilayah hutan gelap lagi. Menjelang waktu Isya kembali terlihat cahaya kuning dari balik hutan. dan ternyata benar rombongan telah memasuki kota Jasinga. sebuah kota kecil di barat Bogor. Dari patok arah pinggir jalan, jarak menuju kota Bogor 43 km. walaupun sedikit mencekam, rombongan PMC beberapa kali berpapasan dengan kelompok motor yg akan menuju Rangkasbitung.

Perjalanan sangat berkesan. Sekali lagi "destination is nothing, journey is everything".

LAKE TOBA FROM ABOVE: QUEST TO PARAPAT

Rasanya belum impas terbayar balas dendam istirahat melepas lelah setelah penerbangan dari Jakarta ke Medan. Matahari pun belum mau beranjak mengintip dari balik bukit, tapi di Sabtu pagi itu deru mesin motor sudah menggema memecah keheningan pagi di kota Medan.

Honda Steed, Binter Merzy, Hyosung, Pulsar, Suzuki, dan berbagai jenis sepeda motor lainnya dijajarkan dan dipersiapkan. Sebuah perjalanan panjang tampaknya menanti kehadiran rombongan sepeda motor 3 generasi ini. "Motor boleh macem-macem, yang penting olinya produk Pertamina," tegas bro Heru Ketua KSPM si empunya motor.

Awalnya perjalanan ini hanya untuk mendapatkan sebuah artikel keindahan alam dilihat dari Patra Jasa Parapat. Namun untuk mempertajam pena dalam menggambarkan suasana, tidak ada salahnya petualangan baru ini diambil oleh tim Warta Pertamina.

Tim WP tidak tahu persis berapa jarak yang akan dilalui yang jelas kami ditemani brothers dari Klub Sepeda Motor Pertamina Medan. Tak disangka ikatan brotherhood memang mampu meruntuhkan dinding penghalang yang terberat sekalipun.

Kuntoro, fotografer WP, tampil santai dengan jaket tipis dan kamera SLR digantung di pundaknya. "Buat ambil gambar di jalan mas," ujarnya kalem. Di dalam benaknya, perjalanan ini hanya akan memakan waktu satu jam. Anda salah besar bung!

Jalur Brastagi
Dua jam lebih berlalu, rombongan singgah di Brastagi. Pemandangan luar biasa di sepanjang jalan tidak boleh dilewatkan. Tapi yang lebih penting adalah dokumentasi perjalanan. Standar untuk safety shot yang dibutuhkan adalah landmark seperti tugu selamat datang dan suasana alam merupakan standar operasi yang paling dasar tapi harus dilaksanakan.

Saat kami berpikir untuk menepi dikelokan tajam yang entah keberapa, sesosok babon besar yang menakutkan bertengger di pagar pengaman pembatas jalan mengamati kedatangan rombongan. Sontak kami membanting stang sepeda motor menjauh darinya. Edan dia ternyata tidak sendirian. Sekawanan babon lain memandang kami seakan kami adalah sarapan pagi mereka. Melihat taringnya yang panjang dan tajam, ditambah suasana hutan yang sedikit mencekam seolah mereka mengisyaratkan "Welcome to the survival of the fittest zone". Nyali ini mendadak ciut. Kami memilih mencari tempat yang lebih bersahabat. Kehilangan peluang gambar di satu lokasi masih lebih baik daripada kehilangan kamera dan nyawa. Toh, masih banyak alternatif lokasi lain yang tak kalah menarik di sini.

Sebuah gapura selamat datang di Deli Serdang menjadi titik pertama safety shot kami.

"Masih jauh mas?" tanya fotografer andalan kami di sela istirahat di sebuah warung jagung bakar. Hanya senyum yang bisa saya berikan untuknya. Senyum yang berarti lebih dari seratusan km lagi jarak tempuh kita.

AG Sibayak
Dalam perjalanan tim WP dan brother KSPM merapat ke kantor Area Geothermal Sibayak untuk bersilaturahmi dengan saudara Pertamina yang berada di daerah operasi. Pertemuan singkat yang berkesan untuk melepas rindu dengan kawan lama.

Satu persatu mesin dihidupkan. Handle gas sepeda motor mulai dimainkan. Gas pol menuju Parapat!

Air Terjun Sipiso-Piso
Tak terasa enam jam telah berlalu saat sebuah persimpangan dengan tanda penunjuk arah Air Terjun Sipiso-piso tampak di depan mata. "Mau mampir?" tanya bro Heru kepada kami. "Boleh juga," jawab kami sambil mengarah ke kawasan wisata tersebut.

Membayar beberapa ribu rupiah untuk parkir dan retribusi masuk daerah wisata tak seberapa dibandingkan dengan keindahan alam yang ada di depan mata. Awalnya mata kami hanya melihat air terjun itu, sampai kami menyadari bahwa air terjun itu mengalir menuju Danau Toba. Subhanallah... Luar biasa indahnya. Untuk para penggila foto panorama alam, pemandangan ini tidak bisa dilewatkan begitu saja. Banyak frame kami habiskan untuk lukisan alam ini sambil di temani angin sejuk yang menghapus rasa letih setelah enam jam menunggang kuda besi.

Kalau bukan karena tujuan tugas ke Parapat, kami pasti akan menghabiskan lebih banyak waktu di tempat ini.

The Highland
Hujan deras menghadang rombongan sekitar dua jam sebelum masuk Parapat. Inilah petualangan, hujan dan panas menjadi bagian dari perjalanan.

Hawa dingin menusuk. Kami pun menepi. Di ketinggian, seorang kawan berbisik, "Itu Tanjung Unta," katanya. Untung saja kami sempat browsing mencari info wisata di sekitar Danau Toba. Tanjung Unta adalah salah satunya. Mudah ditebak, nama itu dipilih karena bentuknya seperti punuk unta.

Menembus dinginnya dataran tinggi di sekitar Danau Toba bukan perkara mudah apalagi jika mengendarai kuda besi. Perut yang mulai berontak minta diisi, baju basah melekat di tubuh, ngantuk dan lelah yang menggelayuti mata, membuat perjalanan ini semakin lengkap. Tapi kalau diingat keindahan alam yang kami dapatkan, kesengsaraan itu semua tak ada artinya.

Lebih dari 200 kilometer telah kami tempuh melalui jalur ini sampai kami menemukan "Patra Jasa Parapat belok kanan," kata papan besar di kanan jalan. Inilah tujuan utama kami.