Aktivitas di laut kini memiliki kesibukkan yang semakin tinggi. Selain sebagai sumber mata pencaharian bagi para nelayan, berbagai pihak memanfaatkan laut baik untuk keperluan pengiriman barang, transportasi penumpang, hingga jalur lalu lintas tanker minyak raksasa. Selain transportasi, laut termasuk wilayah yang dipilih untuk kegiatan eksplorasi migas lepas pantai.
Dengan adanya intensitas transportasi tersebut, laut memiliki potensi pencemaran yang cukup tinggi. Beberapa contoh kecelakaan tanker antara lain peristiwa Showa Maru dan Exxon Valdez. Insiden kapal tanker Showa Maru kandas di perairan Selat Malaka tahun 1973. Pada peristiwa tersebut Showa Maru menumpahkan ribuan barel minyak mentah ke laut. Peristiwa lain dialami kapal tanker Exxon Valdez pada Maret 1989 bisa dijadikan contoh. Saat itu tanker Exxon Valdez menabrak karang di wilayah Alaska dan menumpahkan 11 juta galon minyak. Peristiwa-peristiwa ini menimbulkan dampak lingkungan yang luar biasa.
Harian Pikiran Rakyat pernah memuat tulisan bahwa jutaan tahun lampau, sebelum manusia memiliki kemampuan memanfaatkan minyak bumi, pencemaran minyak di lautan sebetulnya telah terjadi. Material mengandung minyak yang memasuki lautan berasal dari pembusukan tumbuhan dan hewan secara alami dan melalui presipitasi hidrokarbon dari atmosfer. Hanya sebagian besar pencemar akan dibiodegradasi (diuraikan) organisme secara alami (meskipun dalam jangka waktu lama), sehingga dampak buruk terhadap lingkungan menjadi sangat kecil.
Namun demikian, saat ini, tumpahan minyak akibat kegiatan penambangan lepas pantai, kebocoran dan kecelakaan kapal tanker, kebocoran saluran pipa minyak, dan lainnya, telah menimbulkan kerusakan yang hebat pada tingkat lokal baik bagi tumbuhan, hewan maupun manusia.
Kini, yang menjadi pertanyaan adalah sejauhmana perhatian semua pihak terkait dalam menjaga laut kita dari ancaman pencemaran dan bagaimana menanggulanginya jika terjadi.
Laut Indonesia memiliki peran yang sangat penting dalam menunjang kegiatan migas nasional, regional dan internasional. Pasalnya, banyak kapal tanker dari dan menuju luar negeri melintasi sebagian perairan Indonesia. Dengan demikian, laut Indonesia juga menjadi sangat rentan terhadap ancaman tumpahan minyak dari kegiatan migas tersebut. Sebagai perusahaan migas nasional yang dalam kegiatan operasinya juga berhubungan langsung dengan laut, Pertamina memiliki konsekuensi logis untuk turut menjaga kelestariannya.
Tumpahan minyak mentah membawa akibat yang amat luas pada lingkungan laut. Oleh karena itu, penanggulangannya tidak bisa ditangani hanya oleh satu institusi saja. Perlu melibatkan kerja sama berbagai institusi seperti Kementerian Lingkungan Hidup, Departemen Perhubungan, Departemen Pertambangan dan Energi, Departemen Kelautan
dan Perikanan, Kepolisian, Pemerintah Daerah, Kementerian Riset dan Teknologi, termasuk pula masyarakat dan kalangan LSM. Pertamina, bersama-sama dengan Ditjen Perhubungan Laut, TNI-AL, BP Migas/KKS, SAR, Departemen ESDM, Pemda, dan Kementrian Lingkungan Hidup secara rutin melaksanakan latihan penanggulangan tumpahan minyak di laut (Marine Pollution Exercise).
Manajer Lindungan Lingkungan - Divisi K3LL Pertamina, Singgih Hidayat menegaskan bahwa keterlibatan Pertamina ini dilandasi oleh kesepakatan antar negara ASEAN dalam mengantisipasi tumpahan minyak di perairannya terutama perairan yang saling berbatasan. Singgih menambahkan bahwa kegiatan ini bertujuan untuk menguji dan mengevaluasi kemampuan penanggulangan tumpahan minyak, menguji dan memperbaiki prosedur kemampuan oil spill recovery response, melatih dan meningkatkan kerjasama penanggulangan kebakaran, SAR dan oil spill recovery, serta meningkatkan hubungan kerjasama yang efektif. Bagi Pertamina, kata Singgih, ini merupakan bentuk aktualisasi dari kebijakan Direksi dalam hal penanggulangan tumpahan minyak.
Tahun ini, MARPOLEX digelar dalam skala regional yang juga melibatkan Philipine Coast Guard dan Japan Coast Guard. Selain itu, dalam latihan tersebut juga dilibatkan Papua Marine Club. Lokasinya di perairan Sorong, Papua, 14-16 Juni 2005. Dalam latihan tersebut, Pertamina diposisikan sebagai unsur penunjang Pemerintah dalam hal ini Ditjen Perhubungan Laut dalam menanggulangi tumpahan minyak. Tim Pertamina terdiri dari K3LL Korporat, UPms VIII Jayapura, UP VII Kasim, DOH Papua, Manajemen Pendayagunaan Aset, K3LL Dit Hulu, HSE Dit. Pengolahan, dan HSE Dit P&N.
Skenario MARPOLEX Regional dimulai dengan adanya kejadian sebuah kapal tanker bertabrakan dengan kapal penumpang. Peristiwa tersebut menimbulkan kecelakaan, kebakaran dan tumpahan minyak yang berdampak pada lingkungan. Sebagai ilustrasi, dalam latihan ini tumpahan minyak diwakilkan dengan menggunakan smoke signal dari kapal korban.
Dengan skenario kejadian tersebut, MARPOLEX mencakup kegiatan rescue, pemadaman kebakaran, penanggulangan tumpahan minyak dan perhitungan dampak lingkungan sebagai dasar perhitungan ganti rugi. Dalam MARPOLEX ini, tim Pertamina berperan sebagai fire fighter dan penganggulangan tumpahan minyak. Untuk pemadaman api, Pertamina menggunakan Tug Boat Bintuni, sedangkan untuk penanggulangan tumpahan minyak Pertamina menggelar 300 meter oil boom dari kapal LCT Antasena. LCT Antasena juga dilengkapi dengan satu unit oil containment bag dan satu unit oil skimmer.
Dalam latihan tersebut, dilakukan kegiatan SAR untuk menyelamatkan awak kapal korban kecelakaan kapal tersebut di laut. Kegiatan ini dilakukan oleh Badan SAR Nasional (Basarnas) didukung oleh helikopter dari Japan Coast Guard. Setelah korban berhasil diselamatkan dan dievakuasi, selanjutnya dilaksanakan kegiatan pemadaman api. Dalam kegiatan ini, Tug Boat Bintuni milik Pertamina melakukan fire fighting bersama dengan KN Trisula.
Untuk skenario penanggulangan tumpahan minyak di perairan, kapal Pertamina, LCT Antasena menggelar oil boom yang ditarik dengan kapal Malia dan Tug Boat Bintuni. Tahap ini dilakukan untuk penyisihan minyak secara mekanis melalui dua tahap yaitu melokalisasi tumpahan dengan menggunakan oil booms dan melakukan pemindahan minyak ke dalam wadah dengan menggunakan peralatan mekanis yang disebut oil skimmer.
Selain penanggulangan tumpahan minyak di perairan dalam latihan tersebut juga dilaksanakan latihan pembersihan pantai dari tumpahan minyak.
Dengan keikutsertaan Pertamina di dalam MARPOLEX ini diharapkan dapat melakukan evaluasi tingkat kehandalan peralatan, SDM dan prosedur tanggap darurat penanggulangan tumpahan minyak sebagai implementasi dari salah satu elemen sistem manajemen keselamatan, kesehatan kerja dan lindungan lingkungan .
Disamping itu Pertamina saat ini ikut berperan aktif didalam penyusunan National Contingency Plan (NCP) bersama Kementerian Lingkungan Hidup, dimana diharapkan dengan diterbitkannya NCP dalam bentuk Peraturan Pemerintah ini akan dapat digunakan sebagai payung dari ketentuan / peraturan pencegahan dan penanggulangan tumpahan minyak secara nasional
(adp_Feature Reportase_Diterbitkan 2005)
Sabtu, 18 Juli 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar