Sabtu, 18 Juli 2009

Cianten-Halimun Quest: Menembus Batas

Dung, drundung-dung…dung,…… drundung-dung-dung- dung…..
Liburan Idul Fitri yang panjang telah memanggil para bikers untuk memulai menjelajah. Tak disangka rencana perjalanan ini menorehkan pengalaman tak terlupakan. Track batu bak pisau teranyam, dibawah guyuran hujan lebat dan dingin pegunungan menambah kesan mendalam.


Pemilihan Route
Pagi itu cerah, sinar mentari menembus celah rindang pepohonan, udara sejuk dan bisik daun yang bergesekan menambah hangat nuansa di Jalan Raya Parung.

Perbincangan pukul 9 pagi di sebuah warung kelapa muda Parung. “Gimana bro, setuju gak kita ke Pelabuhan Ratu via Leuwiliang, di peta ada route ini dan kelihatannya lebih pendek dari jalan biasa?” tanya Adim kepada teman-teman.

“Kelihatannya sih OK,” jawab Johansyah sambil melihat peta pada pocket pc. Johansyah mengatakan bahwa hobinya adalah menjelajah wilayah-wilayah baru di sekitar pantai selatan Jawa Barat. “Makanya saya pilih menggunakan motor trail dan beberapa track di peta sudah pernah saya jalani, ” ungkapnya meyakinkan.

Peta mudik yang digunakan cukup jelas menggambarkan adanya sebuah jalur dari Leuwiliang menuju Pelabuhan Ratu dengan melewati sebuah desa bernama Cianten. Kontur ketinggian tidak begitu jelas tergambar, namun didapat petunjuk bahwa nanti akan melewati pinggang Gunung Salak di sebelah kiri. Jalan berwarna merah sangat jelas, dan tampaknya bisa dilalui dalam waktu kurang dari 2 jam perjalanan.

Ternyata, pembacaan peta tanpa jelas memeriksa kontur ketinggian inilah yang merupakan kesalahan pertama yang membawa pengalaman tak terlupakan.

Perjalanan dimulai dari Parung menuju Leuwiliang dengan melewati beberapa simpul-simpul kemacetan. Perjalanan ini diikuti oleh enam orang anggota PMC dengan jenis motor yang berbeda-beda, mulai dari RX King, Ninja, bebek Mochin, Thunder, trail dan Harley Davidson Sportster. Enam sepeda motor itupun menderu, melaju dan membelah lalu lintas Bogor Barat yang penuh dengan angkot (angkutan kota).

Tanjakan Maut
Pasar Leuwiliang sudah terlampaui. Rombongan pun berbelok ke kiri ke arah desa Cianten. Jalan yang dilalui tidak seramai dan sepadat lintas Bogor-Darmaga-Leuwiliang karena memang jalan ini adalah jalan desa. Kondisinya cukup lumayan walaupun banyak polisi tidur yang melintang di sepanjang jalan. Jalan mulai menanjak namun masih bisa dilalui dengan mudah. Pemandangannya pun indah, selain rumah penduduk di sisi kiri dan kanan jalan, dikejauhan tampak ladang dan sawah yang menyejukkan mata.

Rombongan memasuki kondisi jalan yang kurang baik. Gejala alam pertama sudah terasa ketika per untuk standar Sportster terlepas karena mesin mentok di jalan kasar. ”Mbak, ke Pelabuhan Ratu masih jauh?” tanya rekan-rekan PMC kepada seorang warga, ketika duduk sambil memperbaiki per. Jawaban dari penduduk setempat tidak pernah sama dan selalu mengatakan sudah dekat. Sebuah jawaban yang sangat relatif.

Kesalahan memperkirakan jarak yang akan ditempuh adalah kesalahan kedua setelah salah memprediksi ketinggian via kontur peta.

Mendekati desa Pasiripis, jalan menanjak, berbatu, berliku semakin ketat. Kondisi jalan semakin tidak bersahabat. Dengan wajah sedih terpaksa, tampaknya Sportster harus diangkut dengan mobil. Maka rombongan pun berhenti di sebuah pondok tempat penjual kayu. Mereka memiliki tiga buah mobil colt pick up yang sudah tampak tua namun masih bertenaga. Saat tawar-menawar, harga pun disetujui. Namun mereka hanya menyanggupi sampai Garehong. ”Garehong? Nama daerah apa itu?” kata kami bertanya-tanya.

“Garehong itu akhir dari jalan menanjak selepas Cianten, pak,” ujar sang sopir. Ia menjelaskan, dari sana kami tinggal turun saja karena kontur jalannya sudah tidak menanjak lagi.

”Tapi kami tidak berani mengantar hingga desa Cipeuteuy karena kami sulit untuk kembali ke sini. Mobil kami tidak bisa naik ke sini,” ujarnya. lagi. Sportster pun dinaikkan ke Colt karena sangat tidak memungkinkan dikendarai.

Hawa pegunungan terasa nyaman walaupun mulai diiringi dengan hujan rinai. Hutan hujan tropis mulai terasa rapat mewarnai perjalanan menuju puncak. Perkebunan PTP VIII kebun Cianten menyambut kehadiran para penjelajah dengan jalan becek dan cuaca basah.

Pertigaan jalan setelah melewati perumahan Cianten merupakan sebuah ’point of no return’ . Tanjakan lebih dari 50° jalan berbatu dan diawali hujan deras mengiringi perjalanan anggota PMC. Batu-batu terjal yang disusun untuk menembus hutan tersebut terasa bak pisau tajam yang siap mengiris ban sepeda motor.

Penduduk setempat menyarankan untuk kembali atau jika harus melalui Gunung Halimun, maka agar berhati-hati karena kondisi jalanan yang tidak memadai. ”Di atas jalannya parah, pak, kalau motor dua tak agak repot,” ujar salah seorang tukang ojek di sana. Sebenarnya ada jalan alternatif yang disebut warga sekitar sebagai jalan proyek. Jalan tersebut merupakan jalur proyek panas bumi Unocal yang beroperasi di daerah tersebut. ”Tapi biasanya untuk melintas di jalan itu agak sulit masalah perijinannya, pak,” ujar salah seorang warga.

Tiba di Garehong. Daerah yang tadi menjadi momok bagi supir Colt. Mobil Colt yang disewa untuk mengangkat Sportster kesulitan untuk mendaki, terpaksa motor seberat lebih dari 200 kg diturunkan dan diaktifkan mesinnya. Namun sayang, motor kesulitan untuk hidup. Terpaksa motor didorong untuk mendaki dan menuruni gunung. Ditengah hutan belantara tersebut terasa sangat haus walaupun cuaca hujan deras. Untung masih ada pohon pisang-pisangan untuk menampung air dan langsung diteguk.

Jalur ke arah Gunung Halimun pun dipilih, karena tidak ada pilihan lain. Maka berjatuhanlah para bikers tersebut. Motor trail itu pun roboh. Rekan PMC lain pun berlarian membantu Johan mengangkat motornya. Giliran berikutnya, tampak Arya membekap erat motor RX King-nya bagaikan memeluk guling. Motor tersebut terpeleset jatuh dan menindih pengemudinya. Thunder Bro saya pun tak luput dari batu yang licin dan akhirnya harus pasrah dan rebah. Sportster Adim juga tak kalah parahya, engine guard patah karena menabrak bukit di kanan jalan. Bahkan untuk sekedar meluncur dari ketinggian bukitpun nyaris tidak bisa karena jarak antara mesin dengan bebatuan begitu tipis. Hujan deras menambah semakin sulit mengendarai motor secara biasa. Jalanan yang rusak parah tersebut telah berubah menjadi anak sungai sehingga sulit memilih track yang akan dilalui.

Kesalahan ketiga adalah gagal memprediksi jalan yang akan dilalui. Sebuah motor dengan penumpang sebuah keluarga, ayah-ibu-anak dan ditambah dengan membawa kotak penuh dengan belanjaan tampak asik meliuk-liuk mendaki gunung dengan tersenyum. “Mosok saya ‘gak bisa seperti mereka, cc (baca : se-se - Red.) motor saya ‘kan lebih besar,” demikian pikiran para bikers. Melihat perjalanan mereka, mendorong para pengendara untuk segera melewati track tersebut. Semangat petualang itu terus menyala karena melihat beberapa tukang ojek melintas dengan mudahnya ditambah beban bawaan beberapa dus mi instan dan beberapa karung sayuran. Tekad pun bulat, perjalanan dilanjutkan.

Journey is Everything…..
Dengan susah payah, akhirnya desa Cipeuteuy dapat dicapai walaupun dengan pengorbanan luar biasa. Sebuah warung dengan aneka gorengan, mie rebus plus teh manis panas menyambut akhir perjuangan. Mie rebus pada pukul 5 sore terasa begitu nikmat sebagai makan siang yang terlewat. Hujan masih mengguyur desa sementara itu matahari senja semakin dekat ke peraduannya.

Kesepakatan para bikers akhirnya menentukan kota selanjutnya adalah Parung Kuda sebagai tempat makan malam. Ternyata desa Cikidang masih jauh untuk dicapai dari desa Cipeuteuy, tidak kurang dari 2 jam untuk mencapainya dalam kondisi jalan yang lumayan baik. Jalan itupun ditempuh dalam kegelapan malam dan guyuran hujan. Akhirnya, Pelabuhan Ratu masih tetap dalam tujuan walaupun tidak dicapai saat itu…..

Di kepala kami terngiang-ngiang semboyan bikers: destination is nothing, journey is everything…….. Tujuan dari sebuah perjalanan adalah perjalanan itu sendiri…

(adp_Petualangan)

4 komentar:

lelecidamar mengatakan...

Cianten dan pasir ipi sebenarnya nama kampung, nama Desanya sama yaitu Desa Purasari Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor

Unknown mengatakan...

Betul pak, nanti setelah lewat sumur bor PLTP, itulah garehong yg masuk kec pamijahan, namun berbatas lsg dgn wil sukabumi, sekarang kan ada bis DAMRI lewat situ

Unknown mengatakan...

Mangstabb kayaknya perjalannya gan..ane ada rencana pengen lewatin jalan ini juga..pakai bebek yamaha 135 cc..kira kira jalannya skrng gimana ya gan..

Unknown mengatakan...

Mangstabb kayaknya perjalannya gan..ane ada rencana pengen lewatin jalan ini juga..pakai bebek yamaha 135 cc..kira kira jalannya skrng gimana ya gan..